Boni Hargens: Kejaksaan, Kepolisian dan KPK Diminta Usut Kasus-kasus Korupsi Di Era Pemerintahan SBY
Suarabamega25.com – Pihak Partai Demokrat merasa diperlakuan tak adil dan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum terutama terhadap sejumlah kadernya yang diusung pada Pilkada 2017. Sebaliknya, sejumlah kalangan malah mendesak kepolisian, kejaksaan, dan KPK mengusut tuntas kasus-kasus korupsi selama 10 tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang saat ini menjabat Ketua Umum Partai Demokrat.
Kasus tersebut antara lain, kasus Bank Century, proyek Alkes, pembangunan wisma atlet Hambalang, Bogor, yang sampai saat ini terbengkalai, dan kasus korupsi besar lainnya seperti yang pernah disampaikan mantan Bendahara Partai Demokrat M Nazarudin beberapa waktu lalu.
Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Boni Hargens, mendorong agar kasus korupsi-korupsi besar yang terjadi saat 10 tahun pemerintahan SBY dapat dituntaskan.
“Banyak kasus yang mangkrak di Kejaksaan Agung dan di KPK mulai dari yang besar seperti Bank Century sampai pada dugaan keterlibatan para menteri dan orang dekat presiden ketika itu, dan saya kira tradisi ini memang tradisi yang sudah berlangsung dari zaman Orde Baru,” kata Boni di Jakarta, Kamis (4/1/2018).
Ia pun menegaskan, kasus Bank Century dan kasus-kasus korupsi besar lainnya yang terjadi selama 10 tahun pemerintahan SBY segera diusut tuntas.
“M Nazaruddin yang masih hidup harus segera dijadikan aset untuk membuka keterlibatan dari banyak aktor lain di dalam korupsi-korupsi besar sepanjang 10 tahun yang lalu dan juga kasus-kasus dugaan suap korupsi yang melibatkan orang-orang dalam istana pada zaman pemerintahan SBY,” kata dia.
Keluarga Cikeas
Sementara itu Presidium Komite Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad), Haris Pertama, meminta KPK untuk membuka kasus-kasus lama yang pernah mengendap di era sebelumnya. Khususnya kasus yang diduga melibatkan keluarga Cikeas.
Dia pun mengutip pernyataan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin, yang menyebut ada uang hasil proyek alat kesehatan yang dimenangkan Permai Group yang diduga diserahkan kepada Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas).
Terkait tudingan perlakuan tidak adil aparat penegak hukum, Direktur Eksekutif Center Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, mengemukakan, hal itu hanyalah strategi mengalihkan perhatian publik terhadap berbagai kasus yang melibatkan pihak-pihak di partai tersebut. Terkait hal ini, aparat penegak hukum diminta dengan tegas memproses berbagai kasus korupsi yang melibatkan pihak Partai Demokrat.
Dirinya menyarankan agar aparat penegak hukum dapat memproses berbagai kasus yang melibatkan pihak-pihak Partai Demokrat tersebut. Pasalnya, lanjut dia, masih banyak berbagai kasus yang hingga kini “mandek”.
“Kasus Bank Century, proyek-proyek alkes, dan masih ada lagi yag lainnya. Itu harus diungkap dan diselesaikan sejelas-jelasnya hingga tuntas. Biar masyarakat tahu,” ungkap dia.
Tidak Adil
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Hinca Panjaitan, menganggap aparat penegak hukum telah memperlakukan secara tak adil dan sewenang-wenang terhadap partai dan kadernya sejak pelaksanaan Pilkada 2017.
“Perlakuan tidak adil terhadap Partai Demokrat ini bukan pertama kali, tetapi yang kesekian kali,” kata Hinca di kantor DPP Partai Demokrat, belum lama ini.
Semula, kata Hinca, partainya memilih diam dan enggan menanggapi perlakuan sewenang-wenang tersebut. Namun, menurut dia, perlakuan itu terus saja terjadi secara berulang-ulang.
Hinca memaparkan perlakuan tak adil dan sewenang-wenang aparat penegak hukum kepada partai dan kadernya sejak pelaksanaan Pilkada 2017. Pertama, saat Pilkada DKI Jakarta 2017. Ketika itu, pasangan yang diusung Partai Demokrat bersama PPP, PKB, dan PAN, yakni Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni, diperiksa pihak kepolisian.
Sylviana diperiksa atas dua kasus, yakni dugaan korupsi pembangunan Masjid Al Fauz di Kompleks Kantor Wali Kota Jakarta Pusat dan dugaan korupsi pengelolaan dana hibah DKI Jakarta untuk Kwarda Pramuka Jakarta.
Pemeriksaan tersebut diyakini fakta yang menyebabkan tergerusnya suara untuk pasangan tersebut. “Pada akhirnya, ujungnya, tidak diketahui kasus ini kapan berakhirnya, yang kita tahu hanya kapan mulainya,” kata Hinca.
Suara AHY-Sylviana makin tergerus oleh tuduhan dari mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar kepada Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Umum DPP Partai Demokrat.
Saat itu, Antasari menganggap SBY mengetahui soal kriminalisasi terhadap dirinya. Antasari juga dilaporkan ke Bareskrim Polri atas tuduhan pencemaran nama baik. Namun, hingga kini laporan tersebut belum ditindaklanjuti Polri.
Ketiga, perlakuan tak adil dan semena-mena dalam kasus Pilkada Kalimantan Timur 2018. Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang yang akan maju Pilkada Kaltim bersama dengan Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi juga dipaksa berpisah.
Sumber : babe.topbuzz.com
Kasus tersebut antara lain, kasus Bank Century, proyek Alkes, pembangunan wisma atlet Hambalang, Bogor, yang sampai saat ini terbengkalai, dan kasus korupsi besar lainnya seperti yang pernah disampaikan mantan Bendahara Partai Demokrat M Nazarudin beberapa waktu lalu.
Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Boni Hargens, mendorong agar kasus korupsi-korupsi besar yang terjadi saat 10 tahun pemerintahan SBY dapat dituntaskan.
“Banyak kasus yang mangkrak di Kejaksaan Agung dan di KPK mulai dari yang besar seperti Bank Century sampai pada dugaan keterlibatan para menteri dan orang dekat presiden ketika itu, dan saya kira tradisi ini memang tradisi yang sudah berlangsung dari zaman Orde Baru,” kata Boni di Jakarta, Kamis (4/1/2018).
Ia pun menegaskan, kasus Bank Century dan kasus-kasus korupsi besar lainnya yang terjadi selama 10 tahun pemerintahan SBY segera diusut tuntas.
“M Nazaruddin yang masih hidup harus segera dijadikan aset untuk membuka keterlibatan dari banyak aktor lain di dalam korupsi-korupsi besar sepanjang 10 tahun yang lalu dan juga kasus-kasus dugaan suap korupsi yang melibatkan orang-orang dalam istana pada zaman pemerintahan SBY,” kata dia.
Keluarga Cikeas
Sementara itu Presidium Komite Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad), Haris Pertama, meminta KPK untuk membuka kasus-kasus lama yang pernah mengendap di era sebelumnya. Khususnya kasus yang diduga melibatkan keluarga Cikeas.
Dia pun mengutip pernyataan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin, yang menyebut ada uang hasil proyek alat kesehatan yang dimenangkan Permai Group yang diduga diserahkan kepada Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas).
Terkait tudingan perlakuan tidak adil aparat penegak hukum, Direktur Eksekutif Center Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, mengemukakan, hal itu hanyalah strategi mengalihkan perhatian publik terhadap berbagai kasus yang melibatkan pihak-pihak di partai tersebut. Terkait hal ini, aparat penegak hukum diminta dengan tegas memproses berbagai kasus korupsi yang melibatkan pihak Partai Demokrat.
Dirinya menyarankan agar aparat penegak hukum dapat memproses berbagai kasus yang melibatkan pihak-pihak Partai Demokrat tersebut. Pasalnya, lanjut dia, masih banyak berbagai kasus yang hingga kini “mandek”.
“Kasus Bank Century, proyek-proyek alkes, dan masih ada lagi yag lainnya. Itu harus diungkap dan diselesaikan sejelas-jelasnya hingga tuntas. Biar masyarakat tahu,” ungkap dia.
Tidak Adil
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Hinca Panjaitan, menganggap aparat penegak hukum telah memperlakukan secara tak adil dan sewenang-wenang terhadap partai dan kadernya sejak pelaksanaan Pilkada 2017.
“Perlakuan tidak adil terhadap Partai Demokrat ini bukan pertama kali, tetapi yang kesekian kali,” kata Hinca di kantor DPP Partai Demokrat, belum lama ini.
Semula, kata Hinca, partainya memilih diam dan enggan menanggapi perlakuan sewenang-wenang tersebut. Namun, menurut dia, perlakuan itu terus saja terjadi secara berulang-ulang.
Hinca memaparkan perlakuan tak adil dan sewenang-wenang aparat penegak hukum kepada partai dan kadernya sejak pelaksanaan Pilkada 2017. Pertama, saat Pilkada DKI Jakarta 2017. Ketika itu, pasangan yang diusung Partai Demokrat bersama PPP, PKB, dan PAN, yakni Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni, diperiksa pihak kepolisian.
Sylviana diperiksa atas dua kasus, yakni dugaan korupsi pembangunan Masjid Al Fauz di Kompleks Kantor Wali Kota Jakarta Pusat dan dugaan korupsi pengelolaan dana hibah DKI Jakarta untuk Kwarda Pramuka Jakarta.
Pemeriksaan tersebut diyakini fakta yang menyebabkan tergerusnya suara untuk pasangan tersebut. “Pada akhirnya, ujungnya, tidak diketahui kasus ini kapan berakhirnya, yang kita tahu hanya kapan mulainya,” kata Hinca.
Suara AHY-Sylviana makin tergerus oleh tuduhan dari mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar kepada Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Umum DPP Partai Demokrat.
Saat itu, Antasari menganggap SBY mengetahui soal kriminalisasi terhadap dirinya. Antasari juga dilaporkan ke Bareskrim Polri atas tuduhan pencemaran nama baik. Namun, hingga kini laporan tersebut belum ditindaklanjuti Polri.
Ketiga, perlakuan tak adil dan semena-mena dalam kasus Pilkada Kalimantan Timur 2018. Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang yang akan maju Pilkada Kaltim bersama dengan Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi juga dipaksa berpisah.
Sumber : babe.topbuzz.com
Tidak ada komentar: