Header Ads

Header Ads
Selamat Datang di Website www.suarabamega25.com " KOMITMEN KAMI MEMBANGUN MEDIA YANG AKURAT DAN BERMANFAAT BAGI MASYARAKAT " Alamat Redaksi Jl. Berangas KM. 2.5 No. 20 RT. 05 Desa Batuah Kotabaru Kalsel, Contact Mobile : 0812-5317-1000 / 0821-5722-6114.

Tuan Mufti Besar Banjarmasin, Syekh Jamaludin Al Banjary


TAK hanya berjuluk Kampung Juragan atau Saudagar Banjar, di era kolonial Belanda, Kampung Sungai Jingah pun melekat dengan sebutan Kampung Qadi, hingga berakhir di era pendudukan Jepang pada 1942.

GELAR Kampung Qadi bukan tanpa alasan. Penghuni kampung bersejarah di tepian Sungai Martapura ini, beberapa orang pernah menjabat qadi seperti H Busra Kasim dan H Asnawi. Para qadi melaksanakan aktivitas di bagian depan Masjid Jami Sungai Jingah. Mereka adalah pendamping sang mufti dalam pelaksana hukum dan mengatur jalannya pengadilan agar hukum Islam berlaku dalam koridornya.

Aroma keislaman yang sangat kental di kampung ini, karena juga terdapat di Makam Syekh Jamaluddin (Kubah Surgi Mufti). Hingga kini, situs ini masuk dalam cagar budaya dan objek wisata religi di Banjarmasin.

Julukan Kampung Qadi ini pun juga melekat dengan sisi historis Kampung Sungai Jingah. Pada abat ke-18, Kesultanan Banjarmasin menempatkan Mahkamah Syariah sebagai birokrasi perailan dalam mengembangkan jaringan islamisasi ke pelosok Banjarmasin melalui peran mufti, qadhi, khalifah, khatib, penghulu, dan bilal.

Jaringan Mahkamah Syariah dengan islamisasi dilakukan oleh Bubuhan Tuan Surgi Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary. Pada periode ini, Kampung Sungai Jingah pun berkembang tak lepas dari peran sentral cucu Datu Kalampayan,  Syekh Jamaludin Al Banjary.

Usai pulang dari Kota Suci Makkah pada 1894, Syekh Jamaluddin memutuskan jalan dakwah. Hingga, gelar Surgi Mufti disematkan Belanda pada 1899, yang berarti pemimpin suci yang wafat pada 8 Muharram 1348 Hijriyah dimakamkan di depan rumahnya, di Kampung Sungai Jingah. Jika dikonversi dalam kalender Masehi, 16 Juni 1929.

Ditinjau dari kurun waktu, rumah-rumah yang dibangun di Kampung Sungai Jingah sekitar awal dan pertengahan abad ke-19. Di era kolonial tahun 1919, Kampung Sungai Jingah menjadi bagian dari Gemente Banjarmasin, sebagai kawasan pemukiman masyarakat bumiputera asli Banjar.

Tak hanya itu, di Kampung Sungai Jingah juga terdapat beberapa pegawai (ambtenar) pemerintahan dari bumiputera dan rumah saudagar Banjar yang berbentuk kluster. Bangunan itu pun tetap lestari hingga kini.

Dari keterangan juru kunci makam, Siti Armiziah Arsyad, Syekh Jamaluddin lahir pada 1817 M/1238 H di Desa Dalam Pagar, Martapura. Ulama besar ini merupakan cicit (buyut) Datu Kalampayan dan menimba ilmu di Tanah Suci Makkah hampir 40 tahun. Salah satu gurunya adalah Syekh Athaillah yang terkenal dengan kitabnya Al Hikam.

Pulang ke kampung halaman, Syekh Jamaluddin pun menjadi penerus dakwah Islam Datu Kalampayan di masa pemerintahan Hindia Belanda. Tepat pada 1314 H, Syekh Jamaluddin diangkat menjadi mufti yang berkedudukan di Banjarmasin.

Makanya, Syekh Jamaluddin pun dikenal dengan sebutan Tuan Mufti Banjar yang merupakan hakim tertinggi bertugas mengawasi pengadilan umum bidang syariah. Sedangkan, jabatan mufti berasal dari lembaga Mahkamah Syariah, eksis era Kesultanan Banjar yang digagas Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary.

Dari silsilah, Syekh Jamaluddin merupakan cicit Datu Kalampayan dari pasangan Hj Zalekha binti Pangeran Ahmad bin Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary. Sedangkan, dari jalur ayah, H Abdul Hamid Kusasi bin Syarifah binti Umpil bin Mu`min, seorang menteri era Kesultanan Banjar.

Sebagai penghormatan atas jasa Syekh Jamaluddin, Pemerintah Hindia Belanda juga memberi nama Kampung Sungai Jingah, tempat kediaman sang mufti dengan nama Mufti Straat.

Dalam kawasan kubah Surgi Mutfi Jamaluddin, terdapat tiga makam lainnya yakni makam istri Syekh Jamaludin, makam HM Thoha bin HM As’ad (menantu Syekh Jamaludin), dan makam Muhamad Arsyad bin Syekh Jamaludin.

Oleh : Mansyur 'Sammy

Tidak ada komentar: