Jadi Korban Fitnah, Jokowi Minta Ulama Kembangkan Prasangka Baik
Suarabamega25.com – Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta para ulama untuk mengembangkan sikap husnul tafahum(berprasangka baik) dan berpikir penuh kecintaan. “Ini menjadi tugas nanti kader-kader ulama untuk menyampaikan, jangan sampai kita itu berburuk sangka. Apalagi menyebarkan fitnah. Jangan gampang sekali,” kata Jokowi di Kantor Bupati Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu, 8 Agustus 2018.
Jokowi mengatakan hal tersebut di hadapan ratusan ulama yang mengikuti pendidikan kader ulama Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Bogor.
Menurut Jokowi, saat ini banyak masyarakat mudah curiga, berprasangka buruk, saling melempar isu buruk, dan saling fitnah yang akan berbahaya bagi bangsa Indonesia. “Sedih saya baca di medsos. Sedih. Banyak kabar bohong, banyak ujaran kebencian. Ini yang saya kira jadi tugas (ulama), harus disyiarkan terus,” katanya.
Jokowi pun menunjuk dirinya sendiri yang kerap menjadi korban fitnah. Di media sosial, kata Jokowi, bertebaran foto dirinya bersama Ketua Partai Komunis Indonesia Dipa Nusantara Aidit yang sedang berpidato pada 1955. Padahal, Jokowi lahir pada 1961. “Gambar-gambar seperti ini banyak sekali di medsos dan ada yang percaya,” ujarnya.
Contoh lainnya, Jokowi menyebutkan, pernah ada seorang pimpinan pondok pesantren bertanya kepadanya mengenai kabar dirinya seorang PKI. Jokowi pun mengklarifikasi bahwa dirinya masih balita ketika PKI dibubarkan pada 1965.
Selain tuduhan PKI, Jokowi menyebutkan dirinya juga diisukan tidak pro-Islam dan menjadi antek asing. Dalam membuktikan dirinya pro-Islam, Jokowi pun merujuk pada salah satu kebijakannya yang menetapkan setiap 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. “Yang buat Kepres Hari Santri Nasional tuh siapa? Masa sudah kayak gitu dibilang tidak pro-Islam,” kata dia.
Jokowi juga mengungkapkan sejumlah upaya yang telah dilakukannya justru berlawanan dengan tuduhan sebagai antek asing. Antara lain, kata dia, pengelolaan Blok Mahakam yang kini dipegang Pertamina dan divestasi 51 persen saham Freeport.
sumber: tempo.com
Jokowi mengatakan hal tersebut di hadapan ratusan ulama yang mengikuti pendidikan kader ulama Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Bogor.
Menurut Jokowi, saat ini banyak masyarakat mudah curiga, berprasangka buruk, saling melempar isu buruk, dan saling fitnah yang akan berbahaya bagi bangsa Indonesia. “Sedih saya baca di medsos. Sedih. Banyak kabar bohong, banyak ujaran kebencian. Ini yang saya kira jadi tugas (ulama), harus disyiarkan terus,” katanya.
Jokowi pun menunjuk dirinya sendiri yang kerap menjadi korban fitnah. Di media sosial, kata Jokowi, bertebaran foto dirinya bersama Ketua Partai Komunis Indonesia Dipa Nusantara Aidit yang sedang berpidato pada 1955. Padahal, Jokowi lahir pada 1961. “Gambar-gambar seperti ini banyak sekali di medsos dan ada yang percaya,” ujarnya.
Contoh lainnya, Jokowi menyebutkan, pernah ada seorang pimpinan pondok pesantren bertanya kepadanya mengenai kabar dirinya seorang PKI. Jokowi pun mengklarifikasi bahwa dirinya masih balita ketika PKI dibubarkan pada 1965.
Selain tuduhan PKI, Jokowi menyebutkan dirinya juga diisukan tidak pro-Islam dan menjadi antek asing. Dalam membuktikan dirinya pro-Islam, Jokowi pun merujuk pada salah satu kebijakannya yang menetapkan setiap 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. “Yang buat Kepres Hari Santri Nasional tuh siapa? Masa sudah kayak gitu dibilang tidak pro-Islam,” kata dia.
Jokowi juga mengungkapkan sejumlah upaya yang telah dilakukannya justru berlawanan dengan tuduhan sebagai antek asing. Antara lain, kata dia, pengelolaan Blok Mahakam yang kini dipegang Pertamina dan divestasi 51 persen saham Freeport.
sumber: tempo.com
Tidak ada komentar: