Header Ads

Header Ads
Selamat Datang di Website www.suarabamega25.com " KOMITMEN KAMI MEMBANGUN MEDIA YANG AKURAT DAN BERMANFAAT BAGI MASYARAKAT " Alamat Redaksi Jl. Berangas KM. 2.5 No. 20 RT. 05 Desa Batuah Kotabaru Kalsel, Contact Mobile : 0812-5317-1000 / 0821-5722-6114.

KELAHIRAN DAN NASABNYA KH. MUHAMMAD ZAINI BIN H. ABDUL GHANI ( GURU SEKUMPUL


Martapura sejak ber'abad-abad yang lampau memang dikenal sebagai serambi Mekkah. Sebutan tersebut lahir karena Martapura banyak melahirkan ulama-ulama besar. Dikota ini, para ulama memang sangat mendapat tempat dihati masyarakat dan memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam membina dan menuntun umat.

Sebagai gudangnya ulama, tradisi ke'ulamaan ini tetap berlanjut dan lestari hingga kini. Sederet nama ulama besar dari zaman ke zaman yang ditulis dengan tinta emas, telah menghias indah lembaran sejarah Martapura. Sebut saja misalnya nama besar Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Syekh Abdurrahman Siddiq Sapat, KH. Zainal Ilmi, KH. M. Kasyful Anwar, KH. M. Syarwani Abdan, KH. Husein Qadri, KH. Sya'rani Arif, KH. M Semman Mulia, KH. Badruddin dan sederet nama masyhur lainnya.

Di pengaruhi oleh banyaknya ulama dan tokoh agama di kota ini, sehingga disini suasana religius dan islami senantiasa kental dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Panorama agamis ini bisa dilihat langsung, ribuan santri setiap pagi, sore bahkan hingga malam hari, hilir mudik untuk menimba ilmu dari para ulama.

Martapura memang bukan cuma kaya dengan intannya, tapi juga kaya dengan ulama dan pesantrennya. Hingga saat ini di Martapura telah berdiri puluhan Pondok Pesantren yang tergolong besar dan puluhan Majelis Ta'lim yang dihadiri ribuan jamaah. Tak heran jika pada dasawarsa ini, Martapura di akui sebagai sentral atau pusat kegiatan ilmu agama paling terkemuka di seluruh Kalimantan.

KELAHIRAN SEORANG ULAMA KALIMANTAN

Di kota inilah Al-Allamah Al-'Arif Billah Maulana Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Guru Sekumpul dilahirkan.

Tepatnya di desa Tunggul Irang seberang, pinggiran Utara kota Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Desa Tunggul Irang memang di kenal banyak melahirkan ulama-ulama terkemuka Martapura seperti KH. Abdurrahman, KH. Ahmad Zaini, KH. Husein Qadri, KH. Badruddin, KH. M. Rosyad, KH. Husein Mugeni, KH. Muhammad Badruddin dan lain-lain.

Nasab dan silsilah Guru sekumpul bertemu langsung dengan Ulama terkemuka Asia Tenggara, Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary. Lengkapnya yaitu :

Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Semman bin Muhammad Sa'ad bin Abdullah bin Mufti H. M. Khalid bin Khalifah H. Hasanuddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary.

Dari pihak ibu, nasab beliau juga bersambung hingga Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary yaitu :

Hj. Masliah binti Shafiyah binti Iyang binti Muhammad Yusuf bin Mufti H.M. Khalid bin Khalifah H. Hasanuddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary.

Dengan demikian antara Ayahnda dan Ibunda Guru Sekumpul masih terkait keluarga dekat, yang bertemu nasabnya pada Mufti H.M Khalid, cucu Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary.

Cerita tentang kelahiran Guru Sekumpul merupakan bagian kisah sedih perjalanan hidup beliau. Di samping kondisi ekonomi saat itu yang sangat terjepit, disisi lain kondisi politik yang ketika itu sedang bergolak. Tahun 1942 M, adalah tahun kedatangan tentara "DAI NIPPON" atau tentara Jepang di Martapura, hal ini menimbulkan keadaan yang tidak aman dan kegelisahan di tengah masyarakat martapura.

*Catatan : Saat itu tentara Jepang sempat menjadikan Pondok Pesantren Darussalam sebagai Markasnya, sehingga sangat mengganggu kegiatan belajar dan mengajar para santri, dan Masyarakat Martapura merasa ketakutan dengan intimidasi, penyiksaan bahkan pembunuhan yang dilakukan tentara Jepang.

Tak terkecuali bagi keluarga Abdul Ghani, yang saat itu Istrinya sedang hamil tua, merasa khawatir dengan kondisi ini dan berusaha mencari tempat yang lebih aman untuk berlindung.

Abdul Ghani lalu mengungsikan keluarganya meninggalkan rumahnya di Keraton. ( karena apabila ada Ulama yang diketahui keberadaan'nya oleh tentara Jepang, maka mereka tidak segan-segan untuk di tembak dan dibunuh di tempat ) Dengan sembunyi-sembunyi di bawalah istrinya, Masliah bersama ibundanya Salbiah dengan menggunakan Jukung ( sampan ) melewati persawahan dan sungai menuju Desa Tunggul Irang Seberang. Di Tunggul Irang Seberang, mereka sudah di tunggu oleh Abdullah, paman dari Masliah, yang kebetulan rumahnya berdampingan dengan Tuan Guru H. Abdurrahman, atau yang sering dipanggil Tuan Guru H. Adu, tokoh Ulama dan masyarakat Tunggul Irang.

*Catatan : Beliau adalah tokoh dan ulama Martapura dan banyak menurunkan para ulama seperti putra beliau, Tuan Guru KH. Ahmad Zaini, Tuan Guru KH. Ahmad Zaini ini melahirkan Tuan Guru KH. Badruddin, Tuan Guru KH. Husein Qadri, Tuan Guru KH. M. Rosyad.

Hal ini menambah ketenangan Abdul Ghani, karena bisa dekat dengan ulama. Meskipun kehidupan keluarga Abdullah dalam kondisi juga serba kekurangan, namun perhatian beliau terhadap keluarga Abdul Ghani sangat baik.

JEPANG & BELANDA TIDAK BISA MASUK KE DESA TUNGGUL IRANG

Desa Tunggul Irang Seberang saat itu sebagai tempat yang sedikit terisolasi dari pusat kota Martapura, dianggap lebih aman sebagai tempat berlindung. Dan ketokohan Tuan Guru H. Abdurrahman, membuat desa ini tidak bisa di jamah dan di injak oleh penjajah. Konon, setiap kali tentara Belanda mau memasuki desa Tunggul Irang Seberang, selalu saja tersandung masalah, perahu tentara kolonial itu kandas dan tenggelam di tengah sungai.

KELAHIRAN SEORANG AULIYA ALLAH SWT

Setelah beberapa hari keluarga Abdul Ghani tinggal di Tunggul Irang Seberang, Masliah mulai merasakan tanda tanda akan lahirnya anak pertama mereka. Saat itu malam begitu kelam, sudah melewati tengah malam. Tepatnya malam Rabu, 27 Muharram 1361 H bertepatan dengan 11 Februari 1942 M, sekitar jam 02.00 WITA, Masliah melahirkan bayinya yang begitu mungil.

Persalinan berjalan dengan baik berkat bantuan seorang bidan bernama Datu Anjang,

*Catatan : Datu Anjang adalah nenek dari Tuan Guru KH. Husein Dahlan, yang ketika di Darussalam sempat mengajar Guru Sekumpul dan dimasa tuanya beliau justru belajar kepada Guru Sekumpul. Tuan Guru KH. Husein Dahlan wafat di Martapura dan di kuburkan di Sekumpul.

Seorang bidan yang masih tergolong famili, tepatnya sepupu dua kali masliah sendiri. Sang bayi diberi nama oleh ayahnya dengan nama Ahmad Qusyairi, mengambil nama tokoh Sufi kenamaan, agar sang bayi kelak akan menjadi ulama atau Aulia.

Karena sering sakit, dikemudian hari nama ini diganti dengan Muhammad Zaini. Kehadiran sang bayi yang sudah lama ditunggu-tungguini, membuat bahagia seluruh keluarga. Namun alangkah terkejutnya mereka, ketika sang bayi tidak sedikitpun menangis, diam dan tidak mengeluarkan suara sedikitpun, kedua matanya pun tertutup, warna kulitnya terlihat membiru seakan-akan tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan.

Hal ini sempat membuat cemas seluruh keluarga, bahkan sang nenek Salbiah mengira bahwa bayi ini tidak berapa lama akan meninggal dunia. Segala usaha sudah dicoba, namun tidak membuahkan hasil. Akhirnya bayi itu dibawa kerumah Tuan Guru H. Abdurrahman.

Setiba disana, sang Tuan Guru lalu memeluk dan mencium bayi ini dengan penuh kasih sayang, sambil komat kamit mulutnya mendoakan sang bayi.....Akhirnya, dengan keberkahan doa Tuan Guru ini, nafas bayi itupun nampak turun naik, warna kulitnya pun kemudian menjadi kemerah-merahan, dan tangis bayi sayup-sayup mulai terdengar. Mendengar tangisan bayi itu, seluruh keluargapun memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, senang karena ternyata bayi tersebut masih hidup.

Sang bayi lalu diserahkan Tuan Guru H. Abdurrahman kepada Masliah, ibunda yang akan menyusuinya. Namun bayi ini tidak mau menyusu dan tetap dalam tangisannya. Setelah berjam-jam menangis dan tidak ada jalan lagi untuk menghentikan tangisannya, maka akhirnya bayi itu dibawa lagi menghadap Tuan Guru H. Abdurrahman untuk meminta kembali bantuan beliau. Setelah bayi itu dipangkunya, Tuan Guru itupun menjulurkan lidahnya ke mulut si bayi. Dengan serta merta bayi itupun menghisap lidah beliau dengan lahapnya sampai puas, hingga bayi itu melepas juluran lidah Tuan Guru H. Abdurrahman ini, dan sejak saat itu bayi itupun berhenti menangis, dan apabila menangis lagi maka untuk menghentikannyacukup dijulurkan lidah Tuan Guru untuk dihisapnya.

Catatan : Menurut penuturan Guru Sekumpul, mulai saat itu hingga 40 hari beliau tidak menyusu.

Subhanallah..!

Kurang lebih dua minggu usia bayi ini, keluarga Abdul Ghani merasa sudah cukup lama menginap dirumah keluarga Abdullah, sehingga Abdul Ghani berniat untuk secepatnya meninggalkan desa Tunggul Irang Seberang ini. Sebelum itu, mereka minta petunjuk dan doa restu dari Tuan Guru H. Abdurrahman, dengan niat dan tujuan serta harapan bahwa kehidupan keluarga akan lebih baik, Abdul Ghani pun membulatkan tekadnya untuk berpindah ke kampung Keraton, ( karena Abdul Ghani mempunyai rumah waris kecil di sana ) yang berjarak lebih kurang satu kilometer dari desa Tunggul Irang Seberang.

Maka suatu malam yang mencekam, dimana tentara Jepang saat itu sedang memberlakukan jam malam dan masyarakat Martapura sudah di berikan ultimatum :

"SIAPA SAJA YANG BERJALAN DI MALAM HARI AKAN DI TEMBAK DI TEMPAT".

Di jalan-jalan penjagaan sangat ketat, barisan tentara jepang seakan tidak bisa di tembus. Namun berkat pertolongan dari Allah SWT, mobil yang di tumpangi keluarga Abdul Ghani dengan aman melintas di hadapan barisan tentara jepang ini, seakan-akan mereka tidak melihat dan tidak memperhatikan sama sekali kalau ada mobil yang lewat, hingga mereka selamat sampai ketujuan...

Yaitu "kampung Keraton"

Oleh : KH. M. Anshary El-Kariem.
Ditulis ulang ke FB oleh : Aulia Rahman Al-Banjari.

*Insya Allah akan bersambung ke cerita Masa kecil Abah Guru Sekumpul di Kampung Keraton.

Semoga dengan membaca sebahagian dari riwayat hidup seorang Auliya Allah ini, semakin bertambah pula kecintaan kita kepada Beliau. Dan semakin bertambah pula keimanan kita kepada Allah SWT, dan akan selalu senantiasa menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala apa-apa yang dilarang-Nya.

Aamiin Allahumma aamiin.

Tidak ada komentar: