Header Ads

Header Ads
Selamat Datang di Website www.suarabamega25.com " KOMITMEN KAMI MEMBANGUN MEDIA YANG AKURAT DAN BERMANFAAT BAGI MASYARAKAT " Alamat Redaksi Jl. Berangas KM. 2.5 No. 20 RT. 05 Desa Batuah Kotabaru Kalsel, Contact Mobile : 0812-5317-1000 / 0821-5722-6114.

Merebut Tafsir Pemilu Danai Oleh: Noorhalis Majid


Semua orang ingin pemilu ini berlangsung damai. Tapi apa itu pemilu damai? Tentu bukan sekedar tidak ada konflik, kerusuhan atau aksi kekerasan, kalau hanya itu, maka ‘damai’ maknanya dangkal sekali. 

Makna damai itu luas, bahkan luas sekali, termasuk tidak ada mobilisasi, pengerahan dan pemaksaan dengan kekuatan uang, pengaruh “jabatan” dan wibawa kelembagaan. 

Jangan karena memiliki kekuatan uang, maka rasa damai dapat dibeli. Pun karena pernah menduduki jabatan besar pada lembaga yang sangat berwibawa, lalu mampu mengkooptasi rasa damai warga pemilih dan menggiringnya sekehendak hati. 

Bahkan, pemilu damai itu mencakup juga bebas dari “manipulatif” dengan memajang foto-foto jadul yang tidak pernah diperbaharui dari pemilu ke pemilu. Memanipulasi informasi berupa foto yang tidak diperbaharui, dapat meresahkan dan tidak damai. 

Atau, karena kekuatan jaringan, mampu mengkondisikan para penyelenggara, sehingga petugas yang semestinya netral, tidak memihak, akhirnya tanpa sadar terkondisikan menjadi pro pada salah satu pihak. 

Tafsir-tafsir tentang “pemilu damai”, harus direbut agar maknanya tidak direduksi menjadi minimalis, sehingga tidak mengarah pada hakikat damai yang sesungguhnya. Damai itu mestinya merdeka dari segala intervensi, bahkan intervensi tafsir yang digiring menjadi sangat sempit. 

Apalagi bila idiom “damai”, digunakan untuk menakut-nakuti, menyebabkan tidak berani bersuara, protes, melaporkan atau memviralkan segala bentuk pelanggaran yang terjadi dalam Pemilu. 

Kata “damai”, jangan sampai dipakai untuk meredam, membungkam segala keberanian untuk meluruskan penyelenggaraan pemilu sebagaimana yang diharapkan, sehingga hasilnya menjadi lebih refresentatif, mencerminkan suara warga pemilih.

Merebut tafsir terkait “pemilu damai”, mesti dilakukan oleh semua orang, terutama kelompok masyarakat sipil, karena inilah momentum menegosiasikan segala “kedaulatan” yang dimiliki. 

Mustahil pemilu dianggap damai, bila praktik kecurangan, duittokrasi dan permainan manipulatif berlangsung secara masif. 

Tidak ada komentar: