Haul KH Muhammad Utsman Al Ishaqy RA ke 42
Suarabamega25.com, Probolinggo - Haul KH Muhammad Utsnam Al Ishaqi ke 42, Mursyid Thoriqoh Naqsabandiyah dan Qodiriyah juga dibarengkan dengan Haul Syeh Abdul Qadir Al Jilani dan Maulud Akbar Nabi SAW. Acara dimulai srjak Senin 19 R. Awwal 1446 ( 23 September 2024 ) di Musholla PonPes Roudlotul Muttaqien
Jl. Sukun triwung lor, Kademangan, Probolinggo Jatim. Dibuka sejak 07:00 dengan Khotmul Qur'an bil Ghoib. Bersambung pada 18:00 : Takhtim al - Qur'an bil Ghoib dan 20:00 : Festival Hadrah Banjari.
Puncak haul di gelar pada Selasa 20 R. Awwal 1446 ( 24 September 2024 ) di Musholla & Halaman PonPes Roudlotul Muttaqien
Jl. Sukun triwung lor, Kademangan, Probolinggo Jatim. 07:00 - 17:00 : Dzikir Fida'. Pada 17:30 : Sholat Maghrib berjamaah.Sedari 18:00 : Istighotsah & Yasin.18:30 : Sholat Isya' berjamaah.
19:00 : Puncak Maulid Akbar & Haul 42 dengan menghadirkan pembicara Habib Jindan bin Novel Salim Jindan (Al Fachriyyah Tamgerang) dan 21:30 : Festival ISHARI.
KH Utsman Al Ishaqi, salah seorang kiai besar asal Jatipurwo Surabaya.
Kiai Muhammad Utsman merupakan Mursyid thariqah Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah yang didapatnya dari sang guru saat di Rejoso yakni KH Romli Tamim.
KH Utsman Al Ishaqi juga penggagas pembacaan manaqib yang kini banyak memiliki jamaah, tak hanya manaqib KH Utsman Al Ishaqi juga penggagas haul.
Beliau lahir di Surabaya pada Rabu di bulan Jumadil Akhir 1334 H, atau April 1916. Ayahnya bernama KH Muhammad Nadi dan ibunya adalah Hj Surati.
Menurut silsilah, KH Utsman Al Ishaqi masih memiliki garis keturunan dengan Sunan Giri dari sang ibu.
Sedangkan dari garis keturunan ayah, KH Utsman Al Ishaqi bersambung dengan Sunan Gunung jati. Itulah mengapa nama ada Al Ishaqi, karena sebagai wujud tabarukan atau mencari berkah dari Walisongo.
Sejak kecil KH Utsman Al Ishaqi sudah menampakkan Keistimewaan pada dirinya. Beliau memiliki karomah di waktu masih berikut sekitar 13 tahun.
KH Utsman Al Ishaqi bisa melihat ka'bah secara langsung dari rumahnya di Jatipurwo Surabaya.
Pada awalnya, KH Utsman tidak percaya dan menganggap itu hanyalah mimpi, namun setelah berkaki-kali dilihat ternyata itu bukanlah mimpi.
Perjalanan beliau menuntut ilmu di pesantren dimulai sejak saat KH Utsman tidak pulang-pulang ketika selesai belajar di madrasah.
Ternyata beliau mendatangi sebuah pesantren di bawah asuhan Kiai Khozin Siwalan Panji. Beliau pergi ke pesantren tersebut hingga larut malam tidak pulang.
Hingga pada akhirnya orangtua beliau memondokkan KH Utsman di sana untuk banyak menimba ilmu agama kepada KH Khozin.
Setelah beberapa waktu beliau pindah ke pondok pesantren yang diasuh Kiai Munir Jambu, Madura.
Singkat cerita, saat mondok di Kiai Munir beliau sakit keras dan akhirnya pulang hingga sembuh. Saat sudah sembuh beliau tidak kembali ke Madura namun melanjutkan menimba ilmu di Tebuireng Jombang.
KH Utsman berguru kepada Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari di Tebuireng dan juga menjadi murid kesayangan beliau.
Dalam proses nyantrinya, KH Utsman banyak melakukan riyadhoh-riyadhoh. Hingga beliau tidak boleh terlihat gemuk saat di pondok karena jika orangtuanya tahu maka ia akan dimarahi.
Tak hanya orangtua saja tapi juga nenek beliau yang sangat memperhatikan cucunya kala mondok, bahwa jangan sampai mondok hanya pindah makan dan tidur saja.
Hingga suatu waktu beliau pindah pondok ke Rejoso, di sana berguru kepada KH Romli Tamim seorang mursyid thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah sekaligus pencetus istighosah.
Di Peterongan juga beliau menjadi murid kesayangan Kiai Romli terlebih KH Utsman adalah sosok santri yang taat, rajin dan sangat tawadhu.
Dari KH Romli Tamim itulah beliau dibaiat menjadi mursyid thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
Ada sebuah kisah menarik saat beliau masih nyantri, dimana saat pulang ke Jatipurwo beliau mendapati pemuda dan pemudi yang bermesraan di lingkungannya.
Hingga KH Utsman mengadukan kepada sang guru, Kiai Romli. Beliau menanyakan "Kiai, saya melihat ada mutiara di dalam air yang keruh dan najis, apakah saya harus mengentasnya (menyelamatkanya)?”.
Sang guru menjawab, “Entaslah wahai Utsman! Dengan syarat hatimu tidak berpaling kepadanya. Kalau hatimu berpaling kepadanya, maka kamu tidak akan berjumpa denganku besok di Mahsyar.”
KH Utsman memang memiliki kharismatik tersendiri, beliau juga memiliki cara sendiri untuk bisa mendakwahkan nilai-nilai keislaman kepada masyarakat.
Adapun kemursyidan beliau didapatkan dari Kiai Romli, yang mana beliau dibaiat pada Rabu, 16 Sya’ban 1361 H atau 1941 M.
Beliau adalah santri yang dianggap Kiai Romli memiliki kemampuan untuk menjadi mursyid, itulah beliau dibaiat atas kemauan gurunya karena merasa perlu estafet kemursyidan ini.
Pada saat dibaiat beliau sempat berucap jika tidak kuat lagi saat sang guru membacakan dan memegang kepalanya.
Namun hal itu terus dilanjutkan hingga KH Utsman tak sadarkan diri hingga beberapa hari.
Setelah beliau resmi menjadi mursyid thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, Kiai Romli meminta agar beliau tinggal di Desa Ngelunggih. Jaraknya tidak jauh dari Rejoso.
Waktu terus berlalu hingga Kiai Utsman pindah ke desa dekat Gunung Lawu Ngawi dan menjadi guru agama di sana.
Di Ngawi KH Utsman Al Ishaqi juga memiliki banyak murid yang berguru ke beliau, hingga saat KH Utsman harus pindah ke Surabaya mereka merasa sangat kehilangan.
Pada 1957 KH Utsman Al Ishaqi mendirikan Pondok Pesantren Darul Ubudiyah Raudlatul Mutaallimin di Jatipurwo, Semampir, Surabaya.
Di pesantren yang beliau dirikan itulah dimulai sebuah kegiatan pembacaan manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
Bahkan ada cerita jika KH Romli Tamim Juga menghendaki diselenggarakannya kegiatan manaqib di ndalemnya, Kiai Romli memohon izin kepada Kiai Utsman.
Baca Juga:Biografi KH Imam Yahya Mahrus: Pendiri Pondok Pesantren Al Mahrusiyah Lirboyo Sekaligus Menantu KH Utsman Al Ishaqi
Dulu daerah pesantren tersebut bukanlah tempat yang agamis, masih banyak orang yang mabuk dan tidak kenal agama.
Namun seiring berjalannya waktu dengan ketulusan dakwah beliau, akhirnya menjadi kawasan santri dan banyak yang menimba ilmu agama di pesantren tersebut.
KH Utsman Al Ishaqi wafat di Rumah Sakit Islam Surabaya pada saat tarhim subuh, Ahad 8 Januari 1984.
Jenazah beliau dimakamkan di Pondok Sepuh, di Jatipurwo VII/15 Kelurahan Ujung Kecamatan Semampir, Surabaya. Kekhalifahan thoriqah sempat diteruskan oleh sang putra yakni KH Asrori Al Ishaqi (Kediding Lor, Surabaya) dengan jamaah Al Khidmah yang jumlah anggota nya mencapai ratusan ribu tersebar di berbagai daerah di tanah air. (Aji)
Tidak ada komentar: