Header Ads

Header Ads
Selamat Datang di Website www.suarabamega25.com " KOMITMEN KAMI MEMBANGUN MEDIA YANG AKURAT DAN BERMANFAAT BAGI MASYARAKAT " Alamat Redaksi Jl. Berangas KM. 2.5 No. 20 RT. 05 Desa Batuah Kotabaru Kalsel, Contact Mobile : 0812-5317-1000 / 0821-5722-6114.

Ahli Waris: Tidak Ada Bukti Penyerahan Lahan dari Gubernur ke Pemkab Kobar


Suarabamega25.com, KOBAR - Perselisihan hukum atas kepemilikan lahan di Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah, yang saat ini tengah bergulir di Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, kembali menjadi sorotan. 

Kuasa hukum ahli waris  Brata Ruswanda, Poltak Silitonga, menyampaikan kekecewaannya atas pernyataan Gubernur Kalimantan Tengah, H. Agustiar Sabran, dan Bupati Kobar, Hj. Nurhidayah, saat meninjau langsung lokasi tanah yang masih dalam proses hukum tersebut.

Poltak menilai pernyataan kedua pejabat tersebut berpotensi mengintervensi proses hukum yang sedang berlangsung. 

“Kehadiran Gubernur dan Bupati di lokasi objek sengketa sambil mengeluarkan pernyataan-pernyataan tanpa dasar hukum justru kami anggap sebagai bentuk tekanan terhadap proses peradilan yang sedang berjalan. Ini sudah masuk tahap kesimpulan, tinggal menunggu putusan,” kata Poltak, Minggu (11/8), dilansir dari INDO TV. 

Tanah yang disengketakan tersebut, menurut pihak ahli waris, merupakan milik almarhum Brata Ruswanda yang telah dikuasai sejak tahun 1960-an setelah membelinya dari keluarga Kerajaan Kutaringin. Proses pembelian dilakukan dengan cara mencicil melalui hasil tanaman yang ditanam dan diserahkan kepada pihak kerajaan.

Poltak menjelaskan, almarhum Brata Ruswanda saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pertanian dan dikenal gemar menggarap lahan. 

“Atas kerja keras beliau, keluarga Kerajaan Kutaringin menyerahkan tanah tersebut, dan hal ini telah dibuktikan di persidangan. Juru bicara kerajaan secara tegas menyatakan bahwa benar mereka yang memberikan lahan tersebut kepada Brata Ruswanda,” tegas Poltak.

Selain itu, bukti kepemilikan berupa Surat Keterangan Hak Atas Tanah (surat adat) yang diterbitkan pada tahun 1973 oleh Gusti Ahmad selaku kepala kampung saat itu juga telah diperlihatkan di persidangan.

Namun, pada tahun 1974, lahan itu sempat dipinjam oleh Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah untuk keperluan Demplot, dan terdapat surat pinjam pakai yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pertanian saat itu, almarhum Y.H. Ratih. 

"Surat perjanjian pinjam pakai itu masih kami miliki dan asli. Artinya, posisi kepemilikan kami sangat kuat," tegas Poltak.

Poltak juga mempertanyakan keabsahan SK Gubernur tahun 1974 yang diklaim oleh pihak Pemerintah Kabupaten Kobar sebagai dasar hak atas tanah. Ia menyebut, SK tersebut hanya berupa fotokopi dan bahkan diduga merupakan hasil ketikan komputer. 

“Kami sudah rapat di Bareskrim, dan diduga itu adalah hasil ketikan komputer. Mana mungkin tahun 1974 sudah ada ketikan komputer seperti itu?” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menilai ada kejanggalan dalam SK tersebut, antara lain tidak dicantumkannya istilah "Daerah Tingkat I" sebagaimana nomenklatur resmi Provinsi Kalimantan Tengah saat itu. 

"Ini menambah kecurigaan kami terhadap keaslian dan proses penerbitan SK itu," katanya.

Terkait pernyataan Bupati Kobar yang menyebut almarhum Brata Ruswanda meminjam tanah tersebut pada tahun 1974, Poltak menyebut hal itu tidak masuk akal. 

“Bagaimana mungkin orang yang sudah punya surat hak tahun 1973, meminjam tanah itu lagi tahun 1974? Ini menunjukkan ketidaktahuan terhadap fakta hukum yang ada,” tambahnya.

Poltak juga menyampaikan keprihatinannya terhadap persepsi publik yang berkembang akibat kehadiran Gubernur dan Bupati ke lokasi sengketa. 

“Seolah-olah masyarakat kecil tidak mungkin menang melawan pemerintah. Tapi kami percaya, para hakim adalah pihak independen yang akan menilai berdasarkan fakta dan hukum, bukan tekanan,” tegasnya.

Dalam proses hukum yang berjalan, Poltak menyatakan bahwa pihaknya telah menghadirkan sembilan orang saksi, dan tidak ada satu pun dari mereka yang menyatakan bahwa tanah tersebut milik Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat. Bahkan, salah satu saksi dari pihak pemerintah yang menjabat sebagai Kepala Bagian Aset Pemkab Kobar, saat dimintai keterangan, mengaku bahwa hingga saat ini belum ada penyerahan lahan dari gubernur kepada pemkab.

“Saat ditanya dari mana ia tahu bahwa tanah itu aset Pemkab Kobar, ia hanya menjawab dari fotokopi SK Gubernur. Padahal secara hukum, itu tidak logis. Tidak bisa hanya berdasar fotokopi tanpa bukti penyerahan sah,” kata Poltak.

Ia menegaskan bahwa pihaknya tetap menempuh jalur hukum dan tidak menggunakan kekuatan atau tekanan di luar mekanisme pengadilan. 

“Harapan kami agar para hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, baik di tingkat pertama, banding, maupun kasasi, tidak terpengaruh oleh kekuasaan atau tekanan politik," pungkasnya.(red)

Tidak ada komentar: