Header Ads

Header Ads
Selamat Datang di Website www.suarabamega25.com " KOMITMEN KAMI MEMBANGUN MEDIA YANG AKURAT DAN BERMANFAAT BAGI MASYARAKAT " Alamat Redaksi Jl. Berangas KM. 2.5 No. 20 RT. 05 Desa Batuah Kotabaru Kalsel, Contact Mobile : 0812-5317-1000 / 0821-5722-6114.

Siapa Yang Berani Mengeluarkan Biaya Tinggi, Dialah Yang Akan Menang

Memperhatikan kondisi politik yang berkembang saat ini, sebagian besar masyarakat sarat dengan praktek politik uang (money politik) baik pada saat pemilu presiden, gubernur, bupati, bahkan sampai pemilihan kepala desa (pilkades). Semua dikemas dalam berbagai bentuk seperti pemberian hadiah, pembagian kupon, tambahan uang lembur, uang transport, sumbangan, dan sebagainya. Karena sudah melekatnya dengan masyarakat seolah tidak ada ruang untuk memberantasnya.
Dalam konsep demokrasi kita kenal istilah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Ini berarti rakyat berhak menentukan pilihannya kepada calon yang di kehendakinya tanpa ada intervensi dari pihak lain.

Namun dengan adanya praktek politik uang maka semua itu seolah dalam teori belaka. Karena masyarakat terikat oleh sebuah parpol yang memberinya uang dan semisalnya. Karena sudah diberi uang masyarakat merasa berhutang budi kepada parpol yang memberinya uang, dan satu-satunya cara untuk membalas jasa tersebut adalah dengan memilih atau mencoblos parpol tersebut. Sehingga motto pemilu yang bebas, jujur, dan adil hanya sebuah kata-kata yang terpampang di tepi jalan tanpa pernah direalisasikan.

Politik uang bukanlah hal baru dalam pemilihan umum di Indonesia meskipun telah di atur sanksinya dalam Undang-Undang.

Namun budaya politik uang bukanlah hal yang mudah untuk dihentikan. Sebagian besar masyarakat pun menganggap itu adalah suatu hal biasa dalam pemilu. Padahal implikasi dari politik uang bisa merugikan masyarakat sendiri.



Misalnya saja, jika masyarakat memilih caleg (calon legislatif) yang memberinya uang (suap) dan caleg tersebut terpilih, maka tidak menutup kemungkinan caleg terpilih tersebut akan melakukan tindak pidana korupsi. Karena sudah jelas bahwa moralnya kurang baik. Dan ada motivasi atau alasan lain yakni uang hasil korupsi itu sebagai “uang ganti rugi” atau “uang balik modal” atas biaya-biaya yang ia keluarkan saat melakukan kampanye. Akhirnya rakyatpun merugi yang tidak sebanding, dan saat kasusnya terkuak masyarakat akan menghujat pejabat yang telah dipilihnya itu.

Salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat masih menggemari politik uang adalah tingkat pendidikan yang rendah. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, semakin tinggi pula tingkat kesadaran demokrasinya.

Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah dapat dengan mudah di pengaruhi dan di manfaatkan oleh para oknum berpendidikan tinggi yang tidak bertanggung jawab terhadap pendidikannya. Mereka seharusnya membantu untuk mensejahterakan dengan modal bekal pendidikan yang mereka miliki, namun mereka justru memanfaatkan masyarakat untuk mendapatkan kekuasaan dan akhirnya merugikan masyarakat.

Selain itu, faktor lain yang menyebabkan berkembangnya politik uang adalah tingkat pendapatan masyarakat yang masih rendah. Karena keterbatasan materi, suap dari para caleg dianggap merupakan suatu rezeki besar oleh masyarakat.

Namun, bagi masyarakat yang cukup menyadari buruknya politik uang mungkin justru tidak akan memilih caleg yang menyuap dirinya meskipun menerima uangnya. Tapi, yang terjadi dalam masyarakat kita adalah masyarakat desa masih mempertahankan budaya “perkewuh” dalam hal ini, yaitu “ Sudah diberi uang, ya harus berterimakasih dengan cara memilih.” pikir mereka. Padahal seharusnya masyarakat melaporkan hal tersebut kepada pihak yang berwenang.

Beberapa dampak dalam uraian-uraian di atas merupakan dampak politik uang bagi masyarakat, namun selain dampak bagi masyarakat terdapat juga dampak-dampak yang timbul bagi para oknum pelaku politik uang. Salah satu yang jelas nyata adalah semakin tingginya biaya politik. Mengingat masyarakat yang sudah terbiasa dengan pemberian suap materi, maka partai-partai politik akan saling bersaing melakukan money politic.

Siapa yang berani menegluarkan biaya lebih tinggi , dialah yang akan menang, dan bagi yang kalah akan menghadapi resiko yang lebih besar. Selain tidak mendapatkan kekuasaan,mereka juga merugi materi yang besar.

Dari sisi mental spiritual, kalau tidak dilandasi dengan iman yang kuat dan tidak siap menerima kekalahan maka mereka bisa menjadi mudah stress, atau bahkan ingatannya terganggu. Kasus seperti ini tidak hanya menimpa caleg yang terlibat money politic kemudian dihukum, tapi juga berpotensi menimpa seluruh caleg. Khususnya caleg yang sudah banyak mengeluarkan uang. Baik uang dari hasil jual tanah, rumah, mobil, uang pensiun ataupun dari jualan aset lain. Apalagi bila uang itu dari hasil utang, bisa tambah parah stresnya.

Sumber: Jurnalis Indonesia.Id

Tidak ada komentar: