Header Ads

Header Ads
Selamat Datang di Website www.suarabamega25.com " KOMITMEN KAMI MEMBANGUN MEDIA YANG AKURAT DAN BERMANFAAT BAGI MASYARAKAT " Alamat Redaksi Jl. Berangas KM. 2.5 No. 20 RT. 05 Desa Batuah Kotabaru Kalsel, Contact Mobile : 0812-5317-1000 / 0821-5722-6114.

KH Abdul Jamil Pembawa Thariqat Syatariyyah di Pesantren Buntet


Suarabamega25com, Pondok Pesantren Buntet Pesantren Cirebon, Jawa Barat yang didirikan Mbah Muqoyyim pada 1750 M hingga kini tetap eksis berdiri.

Hal ini tak lepas dari didikan para muassis Pesantren yang tangguh seperti Kiai Mutta’adi. Kiai ini terbilang ekstra keras dalam melanjutkan perjuangan Mbahnya tersebut. Bilik-bilik santri dan juga tempat ibadah dilakukan pembenahan. Bahkan, Kiai Mutta’ad menulis sendiri kitab dan Al-qur’an yang akan digunakan untuk mengajar santrinya.

 Untuk bisa menulis kitab maupun Al-qur’an, Kiai Mutta’ad juga membuat tinta sendiri. Saat itu, Kiai Mutta’ad memang sangat memiliki perhatian terhadap Al-Qur’an dari segi membaca dan pemahamannya. Beberapa tulisan Al-Qur’an maupun kitab-kitab kuning yang ditulis tangan oleh Kiai Buntet Pesantren, hingga saat ini masih ada, namun dalam kondisi yang cukup memprihatinkan.

Selain pendidikan keagamaan melalui jalur pendidikan Pesantren. Pesantren Buntet juga terkenal dengan gerakan tarekatnya. Putra dari Kiai Mutta’ad yaitu KH Abdul Jamil yang juga adalah mursid Thariqah Syatariyyah yang kelak di kemudian hari melahirkan putranya yakni KH Abas , Panglima Perang laskar Santri dalam pertempuran 10 Nopember di Surabaya.

Semasa kecilnya, Abdul Jamil mendapatkan bimbingan serius dari Kiai Anwaruddin (kayi Kriyan). Melalui Kiai Kriyan pula, Kiai Abdul Jamil bisa mengkhatamkan berpuluh-puluh kitab salaf, ilmu qiraat, lmu tata Negara dan kedigdayaan, sehingga kesiapannya dalam menggantikan posisi Kiai Mutta’ad tidak perlu diragukan lagi.

Posisi Kiai Abdul Jamil dengan Kiai Anwaruddin (Kiai Kriyan) selain sebagai adik ipar, Kiai Abdul jamil juga diangkat menjadi menantu Kiai Kriyan setelah dinikahkan dengan putrinya yang bernama Sa’diyah. Saat itu umur Sa’diyah masih kecil sehingga belum bisa melayani Kiai Abdul Jamil baik itu lahir maupun bathin. Melihat kondisi tersebut, Kiai Kriyan mencarikan lagi Isteri untuk Kiai Abdul Jamil yaitu Nyai Qoriah, putera dari KH. Syatori salah seorang pegawai keagamaan (penghulu landrat) Cirebon.

Selain pernah mesantren dan berguru pada Kiai Murtadlo di Pesantren Mayong Jepara, Kiai Abdul Jamil juga mendapatkan pendidikan dari ulama-ulama Timur Tengah. Kiai Abdul Jamil sempat belajar di Makkah beberapa tahun, saat beliau melaksanakan perjalanan ibadah haji kesana. Salah satu pelajaran yang beliau dalami adalah seni qira’at.

Menurut KH. Amiruddin Abkari, saat Kiai Abdul Jamil berada di Makkah dan belajar disana. Kiai Abdul Jamil bertemu dengan KH. Hasyim Asy’ari. Dalam perbincangannya, KH Abdul Jamil meminta kepada KH. Hasyim Asy’ari ketika pulang ke Jawa Timur untuk sesegera mungkin membangun Pondok Pesantren. Saat itu, KH. Hasyim Asy’ari masih ragu dan bertanya kepada Kiai Abdul Jamil tentang siapa yang akan belajar kepada dirinya. Mendapat pertanyaan tersebut, Kiai Abdul Jamil dengan tegas menjawab, bahwa putranya siap menjadi murid dari KH. Hasyim Asy’ari. Cerita ini pula yang melandasi KH. Abbas dan KH. Anas akhirnya dipesantrenkan di Tebu Ireng. Saat itu, selain menjadi salah satu santri awal, KH. Abbas dan KH. Anas juga merupakan santri terjauh.

Jika melihat pernyataan dari KH. Amiruddin Abdul Karim, cukup berkaitan juga dengan data yang disampiakan oleh Muhaimin AG dalam bukunya Islam dalam bingaki budaya local, yang menyebutkan bahwa KH. Abdul Jamil pada tahun 1900 diundang oleh KH. Hasyim Asy’ari untuk mengajar di Pesantren Tebuireng Jombang. KH. Abdul Jamil ditemani oleh Kiai Sholeh Zamzami dari Pesantren Benda Kerep, Kiai Abdullah dari Panguragan dan Kiai Syamsuri dari Wanantara. Mereka menetap dan mengajar di Tebuireng selama 8 bulan. Hal. ini mungkin saja berkaitan dengan proses awal pendirian Pondok Pesantren Tebuireng saat itu, pasca bertemunya KH. Hasyim Asy’ari dengan KH. Abdul Jamil di Makkah.

Dalam Pondok Pesantren, pemilihan sesepuh merupakan sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena sesepuh merupakn symbol dan pucuk pimpinan dari pesantren tersebut. Di Pesantren Buntet sendiri, penunjukan Kiai Sepuh dilakukan menggunakan system Sohibul Wilayah, yaitu keturunan laki-laki dari pendiri pesantren sepanjang garis keturunan laki-laki.

Dipilihnya Kiai Abdul Jamil menggantikan Kiai Mutta’ad, dikarenaka putera tertua dari Kiai Mutta’ad yaitu Kiai Barwi, menikah dan tinggal di Jawa Timur, sedangkan putra keduanya yaitu Kiai Soleh Zamzami mendirikan pesantren baru di Benda Kerep. Ditunjuknya Kiai Abdul Jamil sebagai pengganti dari Kiai Mutta’ad, dikarenakan Kiai Abdul Jamil masih tinggal di Pesantren Buntet, sedangkan kakaknya yaitu Kiai Sulaeman telah meninggal mendahului Kiai Mutta’ad.

Tidak dipilihnya keturunan wanita dalam Sohibul wilayah ini dikarenakan posisi wanita dalam perkawainan adalah pihak yang dipinang, sehingga tanggungjawab sepenuhnya ada pada suaminya. Sehingga keturunan yang masuk dalam kategori sohibul wilayah adalah yang memiliki keturunan dari jalur suami / laki-laki.

Pada masa kepemimpinan Kiai Abdul Jamil, Pesantren Buntet merasakan perkembangan yang cukup signifikan. Pembenahan system pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana juga dilakukan pada saat Kiai Abdul Jamil memimpin sebagai sesepuh Pesantren Buntet. Pada masa kepemimpinan Kiai Abdul Jamil, Pesantren Buntet melakukan beberapa pembangunan penting, selain penambahan bilik-bilik santri, pada masa itu juga dibangun Masjid Jami Buntet Pesantren yang merupakan bantuan dari salah seorang donator asal Kanggraksan Cirebon. Untuk memudahkan jalur transportasi menuju Pesantren Buntet, pada zaman Kiai Abdul Jamil juga berhasil membangun jembatan yang hingg saat ini menjadi akses penting untuk masuk ke wilayah pesantren.

Untuk menyemarakkan aktivitas di Pesantren Buntet, Kiai Abdul Jamil menarik saudara-saudaranya untuk terlibat dalam mengembangkan Pesantren Buntet. Beberapa Kiai yang diajak oleh Kiai Mutta’ad untuk emngambangan Pesantren Buntet diantaranya adalah KH. Abdul Mun’im, KH. Abdul Mu’thi, Kiai Muktamil, Kiai Abdullah dan Kiai Chamim. Para Kiai tersebut meramaikan Pesantren Buntet dengan mendirikan pengajian di rumah masing-masing dan juga di Masjid Jami Pesantren Buntet.

Syekh Abdul Jamil dikenal sangat tekun dan telaten menyebarluaskan Tarekat Syatariyah melalui pengajian-pengajian dan silaturahmi serta latihan bela diri. Seiring waktu, Pesantren Buntet santrinya semakin bertambah banyak berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Begitu juga murid-murid Tarekat Syatariyah semakin merebak ke berbagai daerah di Jawa. 

Mereka (para pengamal tharekat) juga sering berkumpul untuk mengadakan acara khusus untuk lebih mensucikan diri (tazkiyat al-Nafs) dan taqorrub ila Allah  melalui dzikir-dzikir tertentu. Demikian pula tiap bulan suci Ramadhan, Pondok Pesantren Buntet dipenuhi para santri dari Tanah Jawa dan Luar Jawa yang mengikuti pengajian “

Posisi KH. Abdul Jamil sebagai mursyid tarekat syatariyah, membuat Pesantren Buntet menjadi salah satu pusat tarekat syatariyah saat itu. Kondisi ini tentu saja mengangkat nama Pesantren Buntet, karena banyak pengikut syatariyah yang datang dan mengenal nama Pesantren Buntet. 

Pada masa kepemimpinan KH. Abdul Jami, jumlah santri Pesantren Buntet mencapai 700 orang yang terdiri dari santri dalam dan luar negeri. Karena saat itu, tercatat juga ada santri dari Singapura. Salah satu lulusan santri terbaik saat Pesantren Buntet dijabat oleh KH Abdul Jamil adalah KH. Samanhudi yang pada tahun 1911 mendirikan Syarikat Dagang Islam, dan juga KH. Ridlwan Abdullah (pencipta lambang NU).

Pada tahun 1919 KH. Abdul Jamil Wafat, beliau saat itu masih menjabat sebagai dewan syuriyah Syarekat Dagang Islam yang didirikan oleh muridnya yaitu H. Samanhudi. Keterlibatan KH. Abdul Jamil dalam organisasi Syarekat Dagang Islam, menurut penulis bukan karena factor hubungan guru dan murid saja. Namun, saat itu H. Samanhudi yang juga pengusaha batik, mendirikan SDI dalam bentuk Koperasi Pedagang Batik Jawa. Pada saat itu juga keluarga besar Kiai di Pesantren Buntet merupakan pengrajin batik, sehingga cukup beralasan jika KH. Abdul Jamil akhirnya menjabat sebagai dewan syuriah SDI. Bahkan dalam sebuah acara pengenalan batik di Cirebon, salah seorang pengamat batik nasional menyebutkan bahwa batik termahal. didunia adalah batik buatan Pesantren Buntet yang dikenal dengan julukan Jaliteng dan Jalibang.

Dari pernikahannya dengan Nyai Qoriah, Kiai Abdul Jamil Memiliki keturunan sebagai berikut ; KH. Abbas, Nyai Yakut, Nyai Mu’minah, Nyai Nadroh, KH. Akyas, KH. Anas, KH. Ilyas dan Nyai Zamrud.

Sedangkan dari perkawainan dengan Nyai Sa’’diyah binti KH. Anwaruddin Kriyan, Kiai Abdul Jamil memperoleh keturunan sebagai berikut : Nyai Sakiroh, Nyai Mundah, KH. A Zahid, Nyai Sri (Enci) dan Nyai Khal.imah. 

Sepeninggal KH. Abdul Jamil, kepemimpinan Pesantren Buntet diserahkan pada KH. Abbas yang merupakan putera tertua KH. Abdul Jamil hasil pernikahannya dengan Nyai Qariah.

Makam KH Abdul jamil yang berlokasi di komplek Mahbaroh Gajah Ngambung, Buntet Pesantren, Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon.(Aji S)


Tidak ada komentar: